Jendela Dapur dan Langit Selatan

Setu Babakan, 24 Agustus 2013 10.50 WIB
Aku menatap jutaan bintang dilangit selepas subuh dari balik jendela dapur yang langsung menghadap ke halaman rumah bagian belakang, langsung ke langit selatan. Dari celah-celah daun jambu yang rimbun aku mencoba mengintip dan membentuk dengan pikiranku tiap bintang sambil menebak mungkinkah bintang-bintang itu membentuk rasi yang ku kenal?
Itu yang sering aku lakukan, saat masih tinggal di Brebes, di rumahku. Langit selatan selalu membuatku tertegun lebih lama, bukan karena aku tidak menyukai langit utara, barat atau timur tapi karena kebiasaan selepas subuh aku sering menemani simbah masak, hanya menemani tidak membantunya. Saat menemani itu aku selalu membuka jendela dapur lebar-lebar, jendela itu langsung menyajikan pemandangan magis, langit selatan dengan jutaan bintang yang mempesona. Aku jadi merasa melankolis. Merasa hidup didunia novel, film dan sebangsanya. 
Pernah suatu kali saat aku masih SMP aku pinjem buku  di perpustakaan, aku meminjam buku yang berisi gambar-gambar rasi bintang dan nama-namanya. Saat malam tiba dan jutaan bintang membentang memenuhi langit halaman depan rumah. Aku berdiri di tengah-tengah halaman menatap langit dan membuka buku itu, Setiap rasi yang aku temukan di buku, aku cocokan dengan bintang langit malam, beberapa aku temukan (meskipun aku ngga yakin benar apa engga) tapi lebih banyak yang aku ngga nemu.
Saat aku merantau ke Jakarta dan segala kerumitannya. Aku benar-benar tak sempat melongok langit malam. Baru beberapa hari ini sadar ada satu perbedaan yang amat mencolok antara langit Jakarta dan Langit Brebes. Di langit Brebes aku akan sangat kesulitan mengitung jumlah bintang setiap malamnya, tapi di Jakarta aku akan dengan mudah merapalnya dengan jari, tanpa mesin hitung tanpa kalkulator. Mungkin langit jakarta yang miskin bintang itu karena polusi cahaya yang tinggi. Aku tak tahu.. yang jelas tiba-tiba aku merindukan saat itu, saat aku menatap langit dari balik jendela dapur, menembus rerimbunan pohon jambu,  angin semilir yang menyentuh pipiku pelan sambil menelisik langit selatan duluuuu..sekali..


0 komentar:

Post a Comment