Belajar Psikologi lewat Bulan Nararya

Buku ini aku beli beberapa hari yang lalu atas rekomendasi dari blog sekarsekarsekar.wordpress.com. Menurut mba sekar ‘Bulan Nararya’ itu bagus banget. Buku ini juara ketiga dalam kompetisi Tulis Nusantara 2013. Yaps baru kali ini gue niat banget baca novel Sinta Yudisia. Sebenarnya gue ngga terlalu asing sama nama beliau, becoz doi nih beberapa kali ikutan menulis dalam antologi bareng Asma Nadia. (Penulis favorit gue sejak SMA) Aih.. gue jatuh cintrong sama ini novel, sama penulisnya juga dink. Guru gue nambah nih.  
Nararya adalah seorang terapis perempuan yang bekerja di Mental Health Centre milik Bu Sausan. Dari sekian banyak sentra di klinik tersebut, Nararya dipercaya bagian kasus Skizofrenia. Ia ingin mencoba menghentikan penyembuhan penderita skizofrenia menggunakan famakologi. Karena menurutnya obat jutstru akan mebuat penderita semakin ketergantungan. Nararya ingin menggunakan pendekatan transpersonal yaitu terapi yang berfokus pada klien. Tanpa obat. Tanpa sengatan Listrik. Suatu aliran baru yang lebih berbau budaya dan filosofi, mencoba mendekati setiap penderita dengan apa yang mereka butuhkan. Nararya percaya, klien akan sembuh total dan dapat kembali ke tengah-tengah masyarakat. Keinginan tersebut tentu saja ditolak oleh ketua yayasan karena dianggap masih mentah dan memerlukan penelitian yang lama.
Dedikasi Nararya dengan terapi transpersonalnya begitu tinggi meskipun sebagai terapis ia sendiri memiliki masalah rumah tangga yang cukup pelik, perceraian dengan suaminya setelah menikah sepuluh tahun, ditambah lagi suaminya menikah dengan Moza, sahabatnya yang bekerja pula di Klinik tersebut. Semua itu membuat Nararya dilanda depresi.
Setidaknya ada tiga klien yang Nararya sebut sebagai kebaikan yang takdir berikan padanya. Tiga orang penderita Skizofrenia yang Nararya datangi setiap kali ia sedih.
Pertama adalah seorang gadis beranjak remaja bernama Sania. Ia dibesarkan oleh nenek yang miskin dan sering menghadiahkan sabetan rotan padanya, ibu yang pemarah dan ayah yang pemabuk. Sania ditemukan dinas sosial. Ia pindah dari satu tempat rehabilitasi ke tempat lain hingga tiba di klinik tempat Nararya bekerja.
Kedua adalah seorang kakek berusia 70 tahun. Ia adalah penghuni LP yang ditangkap karena dugaan pencurian. Rumah tahanan tidak hanya memproduksi residivis namun juga menambah pasien gangguan mental. Mungkin bagi orang lain lelaki ini disebut gila. Namun bagi Nararya terkadang ucapannya sumber inspirasi.
Ketiga adalah Yudistira. Ia bungsu dari dari empat bersaudra. Ketiga kakaknya perempuan. Sejak kecil semua kebutuhan Yudistira dipenuhi oleh ibunya. Karena keinginan ibunya pula Yudistira mengambil kuliah jurusan arsitek padahal jiwanya ada di kesenian. Ia memiliki seorang istri bernama Diana. Intervensi keluarga dalam rumah tangga mereka membuat Yudistira tertekan dan menjadi pihak yang paling merasa bersalah. Yudistira tidak banyak bicara dan menghabiskan hampir seluruh waktunya untuk melukis. Yudistira terdiagnosis penderita Skizoprenia Katatonik.
Nararya adalah sosok fiksi yang menginspirasi gue. Wanita yang kuat, Powerful, Ironwoman, Though.
 “Aku bukan anak kecil yang meringkuk di ranjang orang tua ketika menghadapi masalah” begitu kata Nararya pada dirinya sendiri ketika ia merasa tak mampu menghadapi masalah perasaannya.
“Kamu ngga berubah ya. Berharap keadaan tetap seperti semua pedahal kita terus berubah. Apa menurutmu aku harus bahagia melihat kamu dan Moza? Jujur, setiap kali ketemu kamu yang terbayang hanya rasa sakit. Maka aku menghindarimu, menghindari Moza. Kamu memaksaku supaya bisa menetima keadaan. Mungkin suatu ketika nanti aku bisa lapang dada menerima pernikahanmu. Tapi ngga sekarang aku belum bisa. Denganmu aku belum bisa bersikap netral”
“Kamu ingin melepas ikatan hidupmu, hidup bebas lagi dan kali ketiga memulai hubungan yang serius dengan orang lain? Kamu yakin energimu cukup untuk memulai pernikahan yang ketiga bila nanti kamu ingin mengakhiri pernikahanmu dengan Moza? Waktu itu berjalan Angga. Kematanganmu haruslah sejalan dengan usiamu. Kalau kamu pisah lagi dengan Moza, ingin bebas, lalu baru benar-benar terikat lima tahun kedepan sudah berapa usiamu? Kamu tertatih-tatih kelelahan memulai kehidupan yang terikat tanggung jawab”
Kata Nararya pada Angga ketika mantan suaminya itu datang ke rumah dan mengatakan menyesal atas perceraian mereka. Nararya yang membuat jarak terentang demikian lapang agar tidak banyak terluka karena Angga. Berusaha menyembuhkan diri dengan menghindari masalah.
Iyaaaa.. gue suka Nararya, dia tuh jenis perempuan kaya Jo dalam 101 dating atau Asmara dalam Assalamualaikum Beijing. Gue emang suka novel yang tokoh perempuannya kuat. Berharap gue juga bisa kaya mereka. Berdaya, berpendidikan, menyimpan karisma, tough, altruist, powerful!! Bulan Nararya juga bikin gue pengin belajar psikologi, biar tahu gimana nebak kepribadian orang dan bagaimana seharusnya bersikap. Haisshhh drooling gue kemana-mana…!!!



Jakarta, 10 Januari 2015 10.58 PM

Malam minggu dan bingung harus ngapain!!