Rindu Ini Milik Tere Liye

Rindu. 
Setiap perjalanan selalu disertai oleh pertanyaan-pertanyaan.. 

Buku ini aku beli beberapa hari yang lalu di Gramedia Mall Of Indonesia setelah selesai nonton film Doraemon ‘Stand by Me’ dan kita (aku, Ka Dhian, Ipar Ka Dhian, Mila sama Khusnul) ngga nemu tempat karaokean yang deket akhirnya kita memutuskan mampir ke Gramedia. Kebetulan ada buku yang pengin aku cari.

Buku ‘Rindu’  milik Tere Liye berjejer diantara buku-buku lain yang best  seller. Membaca judulnya, langsung menarik perhatianku. Rindu. (Merindu seperti aku :p #AsikJoss). Setelah ditimang-timang beberapa kali. (Di taro terus diambil, taro lagi.. muter-muter rak lain terus balik lagi ke rak itu. Diambil lagi, baca backcovernya sekali lagi). Akhirnya aku memutuskan untuk membelinya. Dua buku aku gotong hari itu #Halah. Satu ‘Bulan Nararya’ milik Shinta Yudisia dan satunya lagi si ‘Rindu’ ini.

Aku sudah membaca referensi buku Bulan Nararya yang katanya recommended banget jadi memutuskan membaca si ‘Rindu’ dulu. Setidaknya kalau Bulan Nararya sudah ada sedikit gambaran kalau 'Rindu'. Gelap Blass!! aku jadi lebih penasaran..

Aku membutuhkan waktu tujuh hari untuk membaca novel setebal 544 halaman ini, lho. Hihi  lama juga ya? Buku ini mengambil setting waktu tahun 1938. Bercerita tentang perjalanan sebuah kapal besar bernama Blitar Holland. Kapal pengangkut jemaah haji pada masa penjajahan Belanda. Kapal ini memulai perjalanan dari Makassar yang kemudian berlayar sampai ke Jeddah. Lima kisah penumpang kapal di ceritakan oleh Darwis tere Liye dalam buku ini.

Kisah pertama tentang seorang wanita keturunan china yang terlalu takut menghadapi masa lalunya sebagai seorang cabo ( Pelacur). Ia selalu berusaha lari dari kenyataan hidup hingga membuatnya tidak bisa bergaul dengan banyak orang. Ia tidak bisa berdamai dengan masa lalu akhirnya ia gelisah setiap waktu.

Kisah kedua tentang seorang pria yang terlihat selalu bahagia. Jika dilihat dari kulit luar. ia memiliki segalanya, pendidikan tinggi, harta melimpah, Istri yang cantik dan anak-anak yang lucu, namun siapa yang sangka diatas semua kebahagiaan itu ia menyimpan kebencian yang mendalam pada seseorang. Ia selalu dihantui pertanyaan-pertanyaan sepanjang perjalanan.

Kisah ketiga tentang seorang ‘Mbah Kakung’ yang bersedih atas kematian istrinya hingga berkali-kali mempertanyakan kenapa Tuhan memberikan takdir yang sulit diterimanya.

Kisah keempat tentang seorang pria pendiam berusia 24 tahun bernama Ambo Uleng. Ia bukan ‘penumpang’ kapal sebenarnya. Ia adalah seorang kelasi yang direkrut di hari pertama kapal Blitar Holand merapat di pelabuhan Makassar. Awalnya Kapten Philips (Sang Nahkoda keturunan Perancis) menolak menerima Ambo Uleng sebagai kelasi kapal karena ia menganggap bahwa Ambo Uleng tidak terlatih. Kapten luluh hatinya saat mendengar bahwa Ambo Uleng bersedia tidak dibayar asal dia diperbolehkan ikut kapal Blitar Holand. Ambo uleng ingin pergi sejauh-jauhnya. Ada satu kalimat kapten Philips yang keren buat di kutip

“Hanya ada dua hal yang membuat seorang pelaut tangguh berhenti bekerja di tempat yang dia sukai lantas memutuskan pergi naik kapal apa pun yang bisa membawanya sejauh mungkin ke ujung dunia. Satu karena kebencian yang amat besar, satu lagi karena rasa cinta yang sangat dalam.”

Kisah kelima tentang seorang  Gurutta. Dia adalah ulama mashyur yang dikenal oleh penduduk Makassar hingga Pare-Pare. Ia menjadi tempat orang untuk bertanya tentang berbagai masalah kehidupan tetapi sesungguhnya dia sendiri menyimpan kemunafikan.

Jujur, ini pertama kalinya aku membaca novel Tere Liye. Sebelumnya aku hanya membaca kutipan-kutipan tulisan beliau di facebook. Memang banyak hikmah yang bisa diambil dari Novel Rindu ini salah satunya tentang cinta sejati dan melepaskan

“Cinta sejati adalah melepaskan. Semakin sejati perasaan itu maka semakin tulus kau melepaskannya. Persis seperti anak kecil yang menghanyutkan botol tertutup di lautan, dilepas dengan suka cita. Aku tahu, kau akan protes, bagaimana mungkn? Kita bilang cinta sejati, tapi justru melepaskannya? Tapi inilah rumus terbalik yang tidak perna dipahami para pecinta. Mereka tidak pernah mencoba memahami penjelasannya, tidak bersedia."

Mungkin karena setting tempatnya di kapal, aku merasa sedikit bosan membaca kalimat yang ‘begitu-begitu’ saja karena rutinitas tokohnya yang ‘begitu-begitu’ di tempat yang ‘itu-itu’ saja.. hihi. Oke baiklah.. abaikan saja pendapat dari si amatir ini bagaimanapun.. Selamat membaca buat kamu yang pengen baca dan.. selamat tahun baru 2015!!

0 komentar:

Post a Comment